Hari Minggu tanggal 21 April 2013 kemarin adalah hari yang istimewa. Bagaimana tidak? Ketika semua orang sedang menikmati hari Minggu dengan liburan, tidak dengan kami.
UKMF Al-Fatih justru menyelenggarakan acara yang menjadi judul di atas. Acara yang dihadiri oleh berbagai mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di DIY ini,mendatangkan Bapak Taufikur Rahman, dosen jurusan Akuntansi FEB UGM dan Bapak Muhammad Arif Gunawan dari Bank Mandiri Syariah (BSM) sebagai pembicara.
Materi Stadium General yang pertama dibawakan oleh Bapak Taufikur Rahman. Beliau memaparkan definisi ekonomi islam. Terus terang saja, Bapak Taufik lebih suka menyebut ekonomi islam ketimbang ekonomi syariah. Well, ekonomi islam jelas berbeda dengan ekonomi konvensional. Ekonomi islam menurut Akram Khan ialah ilmu ekonomi yang bertujuan mempelajari kesejahteraan manusia (falah)! Dan ekonomi islam menggunakan prinsip kerja sama dan partisipasi untuk mencapai "falah" tersebut. Maka dari itu, ekonomi islam menggunakan prinsip bagi hasil untuk setiap keuntungan yang diperoleh dalam suatu kerjasama, bukan "riba" seperti yang dihasilkan oleh bank konvensional.
Sama halnya ekonomi konvensional, ekonomi islam juga memiliki berbagai bentuk aktivitas ekonomi seperti investasi (berdasarkan akad mudharabah & musyarakah), Jual-Beli (akad Murabahah, Ijarah, & salam), Sosial (Zakat, Infaq, Shadaqah, dan Wakaf), dan berbagai bentuk hukum (zakat, warisan & kharaj, & Jizyah). Bapak Taufik menyebutkan bahwa terdapat 3 pilar ekonomi syariah:
1. Keadilan2. Keseimbangan
3. Kemaslahatan
Masih banyak lagi yang dipaparkan oleh beliau termasuk perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Walaupun ternyata perkembangan perbankan syariah di negeri kita belum memenuhi target, kita perlu selalu mendukung dan mengapresiasi setiap usaha yang dilakukan oleh berbagai pihak demi kemajuan perbankan syariah Indonesia.
Setelah itu, giliran Bapak Arif Gunawan membawakan materi kedua. Beliau adalah praktisi perbankan syariah, tepatnya beliau bekerja untuk BSM. Di sini beliau menjelaskan bahwa perbankan syariah di Indonesia muncul karena kesadaran masyarakatnya sendiri. Suatu hal yang luar biasa menurut kami. Beliau memaparkan hal-hal yang selama ini telah dilakukan BSM untuk mempelopori perbankan syariah nasional. Beliau menambahkan bahwa bank syariah tidak hanya dilirik oleh kaum muslimin, tetapi juga yang non-muslim.
Bahkan ada sebuah ironi yang mungkin menimpa hampir semua bank syariah di negeri ini. Kita semua tahu bahwa fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Bank Syariah kepada para konsumen adalah berdasarkan bagi hasil yang adil. Maksudnya, ketika usaha pihak debitur sedang menguntungkan, maka Bank akan mendapatkan bagi hasil yang tinggi. Sebaliknya bila debitur sedang mengalami kesulitan keuangan, Bank hanya akan mendapatkan bagi hasil yang sedikit atau bahkan tidak mendapatkan sama sekali. Hal inilah yang sering "dimanfaatkan" oleh para nasabah muslim khusunya di BSM. Debitur sering mengaku usahanya sedang mengalami kelesuan sehingga dana bagi hasil yang didapat BSM hanya sedikit. Padahal, setelah ditelusuri, usaha pihak debitur tidak sedang lesu. Inilah yang perlu dihindari. Lebih mengejutkannya lagi, justru nasabah non-muslimlah yang benar-benar mampu menerapkan prinsip syariah di BSM. Lalu yang menjadi pertanyaan, apakah kaum muslimin Indonesia sudah siap untuk menghindari "riba" jika pada kenyataannya seperti ini?
Sebagai kaum intelek, inilah tugas kita untuk lebih "memasyarakatkan" prinsip ekonomi islam dalam kehidupan sehari-hari minimal untuk diri sendiri. Kita perlu terus mendukung perkembangan bank-bank syariah masa kini. Siapa tahu kelak, kitalah yang akan benar-benar menerapkan prinsip ekonomi islam sebagai tatanan kehidupan bernegara.
0 komentar:
Post a Comment